Jumat, 10 Oktober 2014

Kasus pengunaan bahasa indonesia 




Standarisasi Atau Standardisasi? Kasus ini mirip dengan aktifitas dan aktivitas. Kata asing "standard" kita serap dengan menghilangkan huruf d karena bunyi yang dilambangkan cenderung tidak diucapkan dalam bahasa Indonesia. Jadi, yang benar adalah standar. Kata "standardisation" (Inggris) atau "standardisatie" (Belanda) kita serap menjadi standardisasi. Mengapa huruf d dipertahankan? Bunyi d dapat kita lafalkan sehingga secara keseluruhan lafal dan tulisan standardisasi lebih dekat dengan lafal dan tulisan kata asingnya walau di sana-sini sudah ada penyesuaian. Baik dicatat, dalam hal menyesuaikan tulisan dan lafal kata serapan, apa yang bisa dipertahankan sebaiknya tidak diubah sehingga dapat lebih dekat dengan bentuk aslinya. Hal itu memudahkan penelusuran asal-usul kata. Ganti Untung Baru-baru ini ada berita tentang lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo. Sebuah stasiun televisi mengatakan bahwa korban lumpur Lapindo menuntut agar ganti untung segera dicairkan. Apa itu ganti untung? Istilah yang lazim kita dengar dan juga kita gunakan adalah ganti rugi. Dalam tata bahasa, ganti rugi disebut kata majemuk. Ada bentuk-bentuk kata majemuk serupa itu, misalnya meja tulis. Yang dimaksud meja tulis adalah meja untuk menulis. Buku gambar adalah buku untuk menggambar. Anak angkat artinya orang (biasanya berusia muda) yang tidak bertalian darah, yang diangkat menjadi anak sendiri. Contoh lain adalah cetak ulang, yang artinya pencetakan ulang. Pada contoh-contoh itu terlihat ada pemendekan bentuk. Menulis menjadi tulis, menggambar menjadi gambar, diangkat menjadi angkat, dan pencetakan menjadi cetak. Hal yang sama sebenarnya juga terjadi pada kata ganti rugi, hasil pemendekan dari penggantian kerugian atau sekurang-kurangnya dari ganti kerugian. Jadi, apa yang dimaksud dengan ganti untung pada berita itu? Dengan analogi tersebut, ganti untung dapat ditafsirkan sebagai penggantian keuntungan atau ganti keuntungan. Hal ini tentu saja tidak masuk akal. ("Keuntungan kok diganti!"). Konon yang menciptakan istilah itu bermaksud agar korban seperti warga Porong itu mendapat penggantian yang menguntungkan, bukan yang merugikan. Dengan mengubah ungkapan ganti rugi menjadi ganti untung diharapkan kompensasi yang dimaksudkan menguntungkan pihak korban. Terlepas dari niat baik penulis berita, pengubahan istilah itu jelas mengacaukan makna. Di samping itu, kalau korban manjadi untung, bukankah lalu ada pihak yang merugi? Nah, kalau pihak yang merugi itu adalah pihak yang harus menyediakan dana penggantian, pantas saja kalau mereka menunda-nunda atau enggan melaksanakan. Singkat kata, meniru gaya Tukul, kembali ke ganti rugi! Akibat yang Mengakibatkan Coba perhatikan kutipan ini. "Akibat kebakaran itu mengakibatkan pedagang kehilangan tempat usaha." Hah! Hati-hati menyusun kalimat yang mengandung hubungan kausalitas. Sebetulnya ada cara yang sederhana. Gunakan saja kata hubungan, seperti sebab, karena, akibat, sehingga, dan boleh juga maka, misalnya begini: Persidangan itu ditunda sebab hakimnya sakit; Pertandingan terpaksa dihentikan karena hujan deras; Akibat perbuatannya itu, ia dihukum dua tahun penjara; atau Kasus itu sudah diputuskan secara adil, maka demo tidak perlu lagi. Kata sebab dan akibat juga bisa menjadi dasar kata kerja mengakibatkan dan menyebabkan. Keduanya kurang lebih berarti sama. Contohnya seperti ini. Angin puting beliung itu mengakibatkan kerusakan di desa Sukoharjo, Sleman, Yogyakarta. Kebijakan pemerintah menyebabkan pelaksanaan pemerintahan terus-menerus dipantau dan dikritik rakyat. Lalu bagaimana dengan kalimat yang dikutip tadi? Kacau alias rancu! Sebaiknya kalimat itu berbunyi: "Akibat kebakaran itu para pedagang kehilangan tempat usaha," atau, "Kebakaran itu menyebabkan pedagang kehilangan tempat usaha." Menurut Siapa Mengatakan Apa Ditemukan kalimat seperti ini. "Menurut seorang pakar sosiologi Universitas Indonesia mengatakan bahwa harga demokrasi memang dapat dianggap mahal." Kalau kita analisis, mana subjek kalimat itu? Seorang pakar sosiologi Universitas Indonesia? Memang, bagian itulah yang menjadi pokok untuk kata kerja mengatakan. Namun, kalau itu subjeknya, mengapa didahului kata menurut? Apakah kita dapat mengatakan kalimat yang lebih sederhana ini: "Menurut dia mengatakan begitu?" Aneh, bukan? Pemecahan sederhana: buang saja kata menurut sehingga kalimat itu menjadi: "Seorang pakar sosiologi Universitas Indonesia mengatakan bahwa harga demokrasi memang dapat dianggap mahal."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar